Penyakit Viral Pada Ternak (AKABANE)
AKABANE
Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly
A. PENDAHULUAN
B. ETIOLOGI
Penyakit Akabane disebabkan oleh virus yang diklasifi kasikan pada RNA virus yang termasuk sub grup Simbu dan famili Bunyaviridac. Virus Akabane berbentuk bulat dan mempunyai ukuran antara 70-130 nm. Virus ini dapat mengaglutinasi sel darah merah angsa, itik dan burung dara.
Gambar 1. Struktur virus Akabane.
(Sumber:http://www.ndr.de/regional/mecklenburg-vorpommern/schmallenbergvirus113_v-contentgross.jpg)
C. EPIDEMIOLOGI
1. Sifat Alami Agen
Virus Akabane mempunyai sifat antara lain mempunyai amplop, sensitif terhadap ether dan labil dengan pengaruh asam dan trypsin.
2. Spesies rentan
Sapi, domba dan kambing adalah spesies rentan terhadap penyakit Akabane. Di daerah yang sebagian besar ternaknya sudah terinfeksi virus Akabane pada masa mudanya, jarang sekali atau hampir tidak ada laporan tentang adanya gejala AG dan HE. Sapi, domba dan kambing bunting yang dimasukkan dari daerah bebas ke daerah terinfeksi merupakan hewan yang paling rentan dan sebagai akibatnya adalah dapat terjadi abortus, mumifi kasi, fetus lahir mati, dan fetus dengan gejala AG dan HE.
3. Sifat Penyakit
Kejadian penyakit biasanya bersifat sporadik akan tetapi kondisi ini dapat berubah menjadi kejadian penyakit yang bersifat epidemik.
4. Cara Penularan
Penularan penyakit Akabane adalah melaui gigitan vektor Culicoides sp. Di Australia C. brevitursis adalah vektor yang utama.
5. Kejadian di Indonesia
Secara serologik ditemukan zat kebal terhadap Akabane pada sapi - sapi di Indonesia. Penyakil Akabane dicurigai di Jawa Tengah pada sapi perah impor dari Australia yang melahirkan pedet dengan gejala AG, mumifi kasi fetus, abortus dan HE yaitu pada tahun 1981.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Penyakit Akabane ditandai dengan adanya cacat tubuh pada keturunan yang dilahirkan dan hewan yang terinfeksi. Cacat tubuh dapat berupa arthrogryposis yaitu pembengkakan persendian yang bersifat primer pada kaki dan kondisi ini biasanya terjadi bilateral; skoliasis yaitu pembengkokan tulang punggung, otot gerak mengalami atropi sehingga pedet yang dilahirkan tidak dapat berdiri.
Apabila yang terserang susunan syaraf pusat maka akan terlihat adanya hydroencephaly.
Pada induk sapi yang sedang bunting dapat terjadi keguguran, kelahiran dini, lahir mati atau mumifikasi fetus.
Gambar anak sapi yang terkena gejala AG
2. Patologi
Perubahan pada pedet yang dilahirkan terlihat adanya AG, otot gerak tampak pucat dan mengalami edema, adanya skoliasis, serta HE yang kadang-kadang ditemukan adanya rongga pada pons, medulla, dan cervical spinal cord.
Gambar otak sapi yang terkena Akabane
3. Diagnosa
Sapi bunting yang diduga terinfeksi virus Akabane akan mengalami abortus atau lahir mati dan ditemukan adanya AG atau HE yang bersifat kongenital serta terjadi secara sporadik atau endemik. Dapat pula dilakukan Hemaglutination Inhibitation Test dan Netralization Test. Antibodi dapat dideteksi pada fetus atau pada serum pedet sebelum diberi kolostrum. Isolasi dan identifikasi dapat dilakukan dengan inokulasi otak fetus pada anak tikus putih atau pada biakan jaringan yaitu BHK-21 atau HM Lu-1 sel.
4. Diagnosa Banding
Harus dibedakan dengan kejadiaan abortus, lahir dini atau lahir mati yang disebabkan oleh infeksi virus IBR. Kejadian abortus dan cerebellar hypoplasia yang disebabkan oleh infeksi virus BVD-MD.
5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Spesimen yang tepat adalah berupa serum asal fetus karena keguguran pedet lahir dini atau pedet dengan gejala AG dan HE. Specimen diambil secara aseptik dan pre-kolostrum. Paired sera induk sapi diambil pada waktu hewan sedang sakit dan pada fase konvalesen dengan internal 2-3 minggu.
Untuk isolasi virus dapat diambil spesimen berupa otak, limpa, darah, cairan cerebro spinalis dari fetus. Keseluruhan spesimen tersebut di atas harus dikirim segera dalam keadaan segar dingin ke laboratorium veteriner terdekat.
E. PENGENDALIAN
a. Pengobatan
Belum ada pengobatan untuk abortus, lahir mati atau kelahiran anomali.
b. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
Vaksinasi perlu dipertimbangkan bila banyak hewan yang terserang atau menimbulkan kerugian yang besar. Di Jepang pembuatan vaksin aktif dan inaktif secara komersial sudah diproduksi.
Pengendalian vektor penyebab penyakit yaitu dengan spraying mungkin dapat mencegah penyakit Akabane meluas. Untuk penolakan penyakit, maka dapat dilakukan penolakan pemasukan sapi bunting dari negara tidak bebas penyakit Akabane. Bila terpaksa harus melakukan pemasukan hewan dari negara bebas ke negeri terserang hanya untuk hewan -hewan muda saja, karena hewan muda ini diharapkan mendapat kekebalan melalui infeksi alam sebelum bunting.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus 1999. Manual Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta.
Kokrs Robert F 1981. Viral Disease of Castle, the Iowa State University Press. Ames, Iowa page 245-249.
The Center for Food Security & Public Heath. Iowa State University.
http://muvetmed.agr.iwate-u.ac.jp/gif/tenji/5.gif.
0 komentar:
Posting Komentar