Penyakit Viral Ternak Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)
INFECTIOUS BOVINE RHINOTRACHEITIS (IBR)
Sinonim : Rhinotracheitis Infectiousa Bovis, Infectious Bovine Necrotic
Rhinotracheitis, Necrotic Rhinitis, Red Nose Disease, Bovine Coital Exanthema.
A. PENDAHULUAN
IBR dan IPV adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang
dapat menyerang alat pernafasan bagian atas dan alat reproduksi. Virus
penyebab sama, tetapi penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda.
Penyakit ini boleh dikatakan hampir menyebar di seluruh dunia.
Di Amerika dan Eropa penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi
cukup berarti. Kerugian terutama akibat adanya infeksi sekunder yang dapat
menyebabkan pneumonia, keguguran dan kematian pada anak sapi.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah bovine herpesvirus-1 yang termasuk famili
Herpesviridae, subfamili Alphaherpesviridae. Genom virus berupa double
stranded deoxyribonucleic acid (ds-DNA), dengan berat molekul 29.000-250.000.
Virus herpes berbentuk kuboid simetri dengan kapsid icosahedral, diameter 100-
150 μm.
(Sumber : http://homepage.usask.ca/~vim458/virology/studpages2009/
VirusWebsite/ibr_virus.jpg)
C. EPIDEMIOLOGI
1. Sifat Alami Agen
Pada pH 7,0 virus ini stabil, pada temperatur 4°C selama 30 hari titer virus
tidak mengalami penurunan, pada temperatur 22°C selama 5 hari titernya
turun 1 log. Virus dapat di inaktif segera setelah dicampur dengan alkohol,
aceton atau chloroform dengan perbandingan suspensi virus yang sama.
Virus IBR ini mempunyai macam -macam strain dengan sedikit perbedaan
antigenesitas.
2. Spesies rentan
Selain pada sapi dan kerbau, penyakit ini dijumpai pula pada babi, kambing,
bagal dan rusa juga peka terhadap infeksi ini. Antibodi IBR pernah dideteksi
pula pada antelope di Kanada bagian barat.
Di Afrika virus IBR juga pernah diisolasi dari hewan liar. Hal ini menunjukkan
bahwa hewan liar mungkin dapat menjadi reservoir penyakit ini.
3. Pengaruh Lingkungan
Wabah penyakit mencapai puncak pada minggu kedua sampai ketiga dan
berakhir pada minggu keempat sampai keenam. Virus dapat hidup dalam
tubuh hewan selama 17 bulan dan pada saat tertentu dapat menimbulkan
wabah.
4. Sifat Penyakit
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi, tergantung derajat
keparahan organ terinfeksi. Penyakit dapat berupa bentuk pernafasan,
konjungtival, genital dan keguguran, serta ensefalitik dan neonatal. Penyakit
ini dapat menimbulkan infeksi sekunder berupa broncho pneumonia,
keguguran dan kematian pada anak sapi. Morbiditas berkisar antara 30-90%
dan mortalitas kurang dari 3%. Sapi yang sembuh dan infeksi alami menjadi
kebal dalam waktu yang lama. Kekebalan secara pasif yang diperoleh pedet
dari kolostrum dapat menimbulkan kekebalan kurang Iebih empat bulan.
5. Cara Penularan
Penularan penyakit dapat secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal dapat
melalui infeksi intra uterin, sedangkan horisontal dapat melalui inhalasi dari
cairan hidung yang mengandung virus atau melalui semen yang tercemar.6. Kejadian di Indonesia
Kejadian penyakit di Indonesia telah banyak ditemukan, dan virus
pernah diisolasi dan seekor kerbau yang berasal dari daerah/kecamatan
Blangkejeren, Kabupaten Aceh Tenggara. Reaktor pada sapi dan kerbau
pernah dilaporkandi Sumatera Utara, Jawa, Lombok, Sumbawa dan Timor.
Zat kebal terhadap virus IBR telah ditemukan hampir di semua daerah di
Indonesia.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan penyakit ini sangat bervariasi dan dapat
dibedakan menjadi beberapa bentuk.
a. Bentuk Pernafasan
Bentuk pernafasan merupakan bentuk terpenting dari segi lokalisasi
virus. Gejala yang muncul antara lain, kenaikan suhu tubuh sampai
42ºC, lesu, hipersalivasi, lakrimasi dan adanya edema pada konjungtiva.
Pada sapi laktasi produksi susu turun dengan drastis atau terhenti sama
sekali. Radang dapat ditemukan pada hidung, sinus dan tenggorokan.
Mukosa hidung tampak hiperemik, ingus bersifat fi birinomukoid atau
purulen dan mukosa di bawahnya sering mengalami nekrosis. Jika kerak
mengelupas, maka akan timbul “red nose”. Bentuk pernafasan juga bisa
mengakibatkan keguguran pada hewan yang bunting. Keguguran sering
terjadi pada trimester terakhir.
b. Bentuk konjungtival
Gejala edema kornea dan konjungtiva akan menghasilkan eksudat
yang bersifat serous sampai mukopurulen. Bentuk radang difterik pada
konjungtiva dapat dijumpai pada penderita yang parah. Bentuk ini juga
sering disebut “winter pink eye”.
c. Bentuk ensefalitik
Bentuk ini sering didapatkan pada anak sapi umur 2-3 bulan.Timbulnya
meningoensefalitis dapat dikarenakan adanya perkembangbiakan virus
pada otak. Gejala yang timbul dapat berupa depresi, gelisah, konvulsi,
hiperestesi, eksitasi , inkoordinasi dan kebutaan.
d. Bentuk genital dan keguguran
Infeksi virus pada mukosa vagina dan vulva menyebabkan penyakit ini
dikenal dengan Infectious Pustular Vulvovaginitis (IPV). Pada sapi jantan
virus menginfeksi alat kelamin jantan, sehingga disebut balanopostitis.
Infeksi akut terjadi 1-3 hari pasca koitus, dengan gejala bervariasi. Pada
infeksi yang berat sapi memperlihatkan gelisah, rasa sakit dan sering kencing, vulva membengkak disertai adanya eksudat yang kental melekat
pada rambut vulva. Pada hewan bunting, keguguran dapat terjadi pada
trimester terakhir. Pada sapi jantan dijumpai luka pada preputium disertai
adanya reaksi peradangan dan eksudat yang kental. Virus banyak
ditemukan pada hati dan ginjal janin yang diabortuskan.
e. Bentuk neonatal
Infeksi ini biasanya dimulai ketika pedet masih dalam kandungan.
Gejala umum adalah demam, anoreksia, depresi, dipsnoea, keluarnya
eksudat serous dari mata, serta diare yang persisten.
0 komentar:
Posting Komentar